Teknologi Blockchain bisa membantu menangkal berita bohong atau palsu, atau hoaks dan fake news yang kini banyak meresahkan masyarakat yang tersebar di media sosial.
Chairwoman of the Board of Directors Blockchain Zoo, Pandu Sastrowardoyo mengatakan, maraknya hoaks dan fake news bertebaran di media sosial, karena selain pengirimnya tidak bertanggung jawab, juga tidak mencantumkan nama penulis atau sumber, alias anonim.
"Blockchain bisa menujukkan kalau sebuah berita berasal dari media terpercaya, hoaks atau fake news," kata Pandu kepada VIVA, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, kunci dari penerapan sistem Blockchain adalah know your customer principle (KYC) dan transparansi.
Sebuah situs atau laman yang database-nya dibuat pakai sistem Blockchain supaya datanya tidak bisa diubah-ubah atau tampering, termasuk identitas penulis dan keaslian berita.
"Kalau data penulis sudah masuk database situs A. Maka, sudah ada jaminan tidak ada yang bisa mengaku-aku, apalagi mengubah berita dan nama penulisnya," ungkapnya.
Dengan demikian, jika ada seseorang mau menyebarkan hoaks atau fake news, dipastikan oleh Pandu, nama bersangkutan tidak akan tercantum di berita tersebut. "Pastinya enggak berani lah. Itu membahayakan reputasinya," tegas dia.
Intinya, lanjut perempuan yang juga menjabat sebagai sekretaris jenderal di Asosiasi Blockchain Indonesia ini, teknologi tersebut hanya bisa me-mix and match, apakah berita yang disebar itu benar dan nama penulisnya tercantum.
"Ini juga untuk menjaga supaya anonim tidak masuk. Hoax atau fake news itu kan, kebanyakan anonim," kata Pandu.
Ia lalu menyebut dua platform yang sudah menggunakan sistem Blockchain. Keduanya adalah fotochain.io dan stem.it.
"Untuk foto, jika menggunakan aplikasi fotochain, hasil karya seorang fotografer otomatis langsung masuk ke database. Orang lain akan tahu kalau foto ini adalah punya fotografer bersangkutan. Seperti watermark atau copywright," ujarnya menjelaskan.
Namun, apabila ada seseorang yang berani mengambil atau memunculkan foto yang sama dan tanpa izin, maka sistem akan melacak ke pemiliknya.
Adapun, stem.it merupakan media sosial berbasis aplikasi mobile. Pandu menambahkan apabila pemerintah mau menggunakan sistem Blockchain di media sosial, maka harus ada nomor induk kependudukan (NIK) saat registrasi, yang mana Direktorat Jenderal Dukcapil Kemendagri harus terlibat.
"Bisa saja awalnya harus mencantumkan nomor ponsel. Apalagi kan, nomor ponsel kita sekarang sudah teregistrasi di Dukcapil," terangnya.
Pandu juga mengatakan, perusahaanya sudah mempresentasikan beberapa konsep untuk media sosial dengan bantuan Blockchain kepada Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.
"Sudah kita sampaikan. Tapi masih pembicaraan tahap awal," papar dia.
Kendati bisa menangkal hoaks, namun Pandu mengingatkan, Blockchain tidak menggantikan media sosial, tetapi hanya mengubah news site-nya saja. Selain itu, Blockchain juga tidak bisa membedakan apakah ini berita asli, hoaks atau fake news.
"Karena itu ranahnya kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), dan Blockchain bukan AI." (mus)